Lirik Tembang Ilir-Ilir
Lir ilir, lir ilir
Tandure wus sumilir
Tak ijo royo-royo
Tak sengguh temanten anyar
Cah angon, cah angon
Penekna blimbing kuwi
Lunyu-lunyu penekna
Kanggo mbasuh dodotira
Dodotira dodotira
Kumitir bedhah ing pinggir
Dondomana, jlumatana
Kanggo seba mengko sore
Mumpung padhang rembulane
Mumpung jembar kalangane
Yo surako surak hiyo!!!
Advertisement

Qum, fa andzir.yang bermakna perintah untuk bangun tidur. Kata nglilir ini berbeda dengan bangun tidur di pagi hari tetapi lebih tepatnya merupakan bangun di malam hari atau dalam istilah agama Islam disebut sebagai qiyamul lail.
Selain itu ada juga hal-hal lain yang makin meyakinkan penulis bahwa beliau telah secara nyata melakukan beragam aktivitas dan membuat karya besar yang menunjukkan tidak saja telah memahami psikologi lintas budaya bahkan bisa dikatakan beliau telah mengawalinya sejak abad ke-7 jauh sebelum istilah itu sendiri ada.
Membicarakan Sunan Kalijaga tidak bisa dilepaskan dari Wali Sanga, di antara sembilan wali ini beliaulah satu-satunya wali yang memang orang Jawa asli sedangkan delapan wali yang lain masih mempunyai garis keturunan dari Timur Tengah dan sebagian Tiongkok. Dari sini menjadi jelas perbedaan kultur dakwah para Sunan itu dan akan penulis uraikan sebagai berikut :
Sebagai orang Jawa, beliau memiliki pertimbangan bahwa perbedaan budaya Hindu-Jawa dan Islam-Arab memiliki aspek kejiwaan yang bisa dilintasi dengan ‘jembatan’ budaya yang menjunjung tinggi akhlaqul karimah dalam bahasa agama Islam, yang dalam ajaran kejawen disebut budhi luhur. Tidaklah berlebihan bila kita katakan sekali lagi bahwa psikologi lintas budaya telah menemukan faktanya pada praktek-praktek yang dilakukan Sang Sunan Kalijaga ini.
Di sisi yang berbeda, delapan wali selain Ki Kalijaga lebih melakukan penerapan akulturasi budaya mengingat mereka tidak berasal dari latar budaya Jawa dan tentu tidak merasakan bagaimana kultur Hindu-Jawa telah membentuk kepribadiannya. Perbedaan ini juga semakin tampak dalam fashion style-nya Sunan Gresik, Sunan Ampel, Sunan Bonang, Sunan Drajat, Sunan Giri, Sunan Gunung Jati, Sunan Kudus dan Sunan Muria. Mereka mengenakan jubah dan sorban besar yang merupakan busana khas Arab. Dari hal ini sedikit banyak memunculkan resistensi dari masyarakat Jawa yang menjadi sasaran dakwah mereka karena dipandang sebagai ‘orang asing’ yang sedang menawarkan sesuatu yang asing pula.
![]() |
Ilustrasi Sunan Kalijaga |
Sebaliknya, gaya busana Ki Dalang Kalijaga istiqomah dengan blangkon dan lurik-nya yang bahkan tidak ada bedanya penampilan beliau dengan masyarakat Jawa pada umumnya. Dan dengan cara ini pula – salah satunya – Sunan Kalijaga juga telah merealisasikan aspek substantif kepribadian self yaitu diri beliau sendiri sebagai pengemban dakwah serta altered state of consciousness pribadi masyarakat yang menjadi obyek dakwahnya yang tak lain adalah kembaran diri beliau di masa lalu sebelum mengenal agama Islam di mana beliau memeluk agama barunya tanpa paksaan dan dengan spirit yang sama pula beliau ingin mengajak kepada masyarakat kepada risalah Ilahi dengan ‘kesadaran swakarsa’ atau yang beliau sebut sebagai “ilir-ilir” (nglilir).
Tandure wus sumilir
Tandure wus sumilir ; masyarakat Jawa yang agraris tentu akan merasa sangat familier jika disapa dengan kata tandur (tanaman), lain halnya jika orang dengan latar budaya Timur Tengah yang tandus menyebut kata yang sama akan dirasakan sebagai utopis.Wus sumilir, sudah bersemi. Bisa dibayangkan jika datang kepada seorang petani ada yang menawarkan lirik-lirik tentang tanaman yang bersemi pasti akan secara suka cita menangkap maknanya sebagai sebuah harapan yang indah. Seperti itu pulalah perasaan kejiwaan masyarakat yang sempat mendengar syair-syair tembang itu dinyanyikan apalagi diiringi lantunan gamelan ataupun menjadi suluk-suluk pergelaran wayang kulit yang beliau pentaskan semalam suntuk di atas panggung.Sungguh kerja yang sangat serius dan hasilnya pun tidak main-main. Hingga akhirnya di Tanah Jawa hampir seluruhnya menerima risalah yang beliau dan para wali tawarkan bahkan hingga detik ini pula Nusantara menjadi kekuatan terbesar di dunia secara kuantitas pemeluk agama Islamnya (muslim). Tentu hasilnya akan berbeda jika Wali Sanga memilih ‘jalan pedang’ dalam penyebaran ajaran Islam.
Tak ijo royo-royo
Tak ijo royo-royo, yang menghijau berseri-seri ; petani mana yang tak akan bahagia melihat tanaman yang mereka rawat telah menghijau sempurna. Siapa yang tidak terbuai dengan untaian kalimat puitis semacam ini.Tak sengguh temanten anyar
Tak sengguh temanten anyar, bagai pengantin baru ; setelah menanam, bertunas, tumbuh, menghijau, berbunga kemudian berbuah untuk kemudian berkembang biak.Mempersiapkan regenerasi masa depan dengan kualifikasi : bibit, bebet, bobot.
- Bibit : indukan yang berkualitas, orang tua yang saleh-salehah pasti akan melahirkan anak saleh.
- Bebet : jasmani yang sehat dan kuat lebih tangguh menghadapi rintangan, tantangan, dan hambatan.
- Bobot : pendidikan yang berkualitas menentukan pula pemenuhan kualitas hidup yang bisa dicapai.
Cah angon
Cah angon; selain bertani umumnya masyarakat agraris juga beternak dan caranya dengan menggembalakan (angon) ternaknya tersebut. Bukanlah suatu kebetulan jika para nabi sebagian besar pada masa kecilnya adalah seorang gembala (ternak) dalam arti harfiah, kemudian di tahap selanjutnya naik menjelma sebagai gembala umat – pemimpin bangsa.Penekna blimbing kuwi
Averrhoa carambola L - Belimbing Bintang (Fruit Star) |
Umumnya banyak yang menafsirkan bahwa yang dimaksud adalah fruit star (belimbing bintang / belimbing buah) sebagai rukun Islam yang lima, dengan asumsi buah belimbing bergigir lima, tetapi penulis tidak sependapat karena lirik selanjutnya akan menjelaskan apa dan bagaimana belimbing tersebut.
![]() |
Averrhoa bilimbi L - Belimbing Wuluh (Belimbing Sayur) |
Lunyu-lunyu penekna
Lunyu-lunyu penekna, walau licin tetap panjatlah sampai buahnya kau petik ; sesulit apapun hambatan yang dialami hendaklah tetap berusaha hingga berhasil.Kanggo mbasuh dodotira
Kanggo mbasuh dodotira, untuk mencuci pakaianmu; kalimat ini adalah transliterasi dari kitab suci Al Quran yaitu Surat Al Muddatstsir ayat 4:Dan pakaianmu bersihkanlah.Guna mencuci pakaian biasanya masyarakat Jawa pedesaan di masa dahulu memanfaatkan biji klerak sedang untuk membersihkan noda digunakanlah air buah belimbing wuluh / belimbing sayur karena sifat asamnya buah ini cukup kuat.
Maksud yang terkandung dalam kalimat ‘membersihkan pakaian’ adalah berperilaku yang terpuji : budhi luhur (akhlaqul karimah).
Dodotira kumitir bedhah ing pinggir
Dodotira kumitir bedhah ing pinggir, pakaianmu berkibar-kibar robek di pinggirnya ; kerusakan akhlaq biasanya dimulai dari masalah-masalah yang dipandang sebagai hal-hal yang remeh.Dondomana, jlumatana
Dondomana, jlumatana : jahitlah, rajutlah ; perbaikilah akhlaq, sambunglah silaturahmi, rapatkanlah ukhuwah (persaudaraan)Kanggo seba mengko sore
Kanggo seba mengko sore, untuk menghadap nanti sore ; persiapkan amal shalih sebelum dipanggil Sang Pencipta.Mumpung padhang rembulane
Mumpung padhang rembulane, selagi terang bulannya ; adalah diambil dari syair nasyid klasik yang amat populer di dunia Islam “Thala’al badru ‘alaina“ artinya “Telah datang purnama kepada kita”. Yang mana merupakan nasyid yang dibuat khusus untuk menyambut Nabi Muhammad saat hijrah ke Madinah 14 abad lalu, ‘purnama’ sebagai metafora dari ‘cahaya’ risalah Islam yang dibawa beliau. Mengapa bukan matahari ? Karena padhang mbulan berlangsung di malam hari sesuai dengan makna qiyamulail. Sifat sinar rembulan lembut tidak terik menyengat seperti sinar matahari, memberi isyarat bahwa dakwah Islam semestinya bercirikan damai tanpa memaksakan dan sangat pas dengan arti islam itu sendiri.Mumpung jembar kalangane
Mumpung jembar kalangane, saat lapang kesempatan ; selagi masih banyak waktu, masih muda, masih sehat, masih kuat bekerja, janganlah menunda-nunda kebaikan selagi masih luas ampunan-Nya.Yo surako surak, hiyo!
Yo surako surak, hiyo! Bersoraklah, sambutlah datangnya risalah yang menerangi dan penuh damai (Islam), jawablah dengan : “iya!”Selain Tembang Ilir-ilir Sunan Kalijaga dalam level yang lebih tinggi beliau juga ‘menyentil’ para pemimpin dengan menggubah tembang dolanan (lagu permainan)
Lirik Tembang Gundhul-gundhul Pacul
Gundhul gundhul pacul cul gembelengan
Nyunggi nyunggi wakul kul gembelengan
Wakul ngglimpang segane dadi saklatar
Wakul ngglimpang segane dadi saklatar
Gundhul
Secara eksplisit jika syair di atas dimaknai sebagai lagu permainan begitu lugas bahkan lucu di sana ada gundhul yang mana merupakan tradisi masyarakat Jawa bahwa anak lelaki yang belum dewasa biasanya memang mesti berpotongan rambut plontos (gundhul). Akan tetapi karena beliau hendak menyindir juga maka gundhul tersebut ditujukan kepada kepala (pemimpin) yang pada awal kepemimpinannya pastilah memiliki tujuan yang suci dan mulia sebagaimana bersihnya kepala tanpa rambut.Pacul
Pacul dalam bahasa Indonesia adalah cangkul yaitu alat manual untuk mengolah tanah atau sawah. Lagi-lagi ini juga mengindikasikan masyarakat Jawa yang berlatar budaya agraris. Kalau dirangkai menjadi gundhul pacul ini artinya cangkul yang hanya memiliki pegangan kayu tanpa bilah besi tajam (mata cangkul). Justru sebuah kritikan yang amat pedas kepada para pemimpin bahwa mereka dianggap masih bocah, belum dewasa, dan masih bermain-main dalam menciptakan pangan bagi rakyatnya, belum mampu memberi kesejahteraan kepada masyarakat pada umumnya.Petani bekerja dengan paculnya |
Gembelengan
Belum bisa mensejahterakan saja sudah gembelengan, berjalan dengan congkak, acuh, tidak merasa bersalah, persis tingkah polah anak kecil. Sindiran yang tajam yang diolah menjadi tembang dolanan tidak menimbulkan penyangkalan bagi yang disindir bahkan menikmati dengan menertawai diri sendiri. Ini sangat menjelaskan secara nyata bagaimana Sunan Kalijaga begitu rupa berupaya mencari, memodifikasi, mengadaptasi budaya Islam Arab dapat diterima sebagai budaya Jawa - Islam yang baru tanpa kehilangan jati diri kejiwaannya (kejawen).Nyunggi Wakul
![]() |
Wakul Nasi |
Secara implisit kritikan ini semakin pedas bahkan sudah merupakan tamparan yang sangat keras yang mana kewajiban para pemimpin adalah memakmurkan siapa saja yang dipimpinnya dan harus dilakukan dengan sungguh-sungguh. Sehingga apabila masalah pangan terpenuhi maka stabilitas suatu negara juga akan terjamin. Sebagaimana tercermin dalam Al Quran Surat Al Quraisy ayat 4 :
Yang telah memberi makanan kepada mereka untuk menghilangkan lapar dan mengamankan mereka dari ketakutan.
Wakul Ngglimpang
Wakul ngglimpang, bakul berisi nasi jatuh dan tumpah. Karena kesembronoan bocah yang membawa bakul nasi akhirnya tumpahlah tempat nasi dan isinya. Pemimpin yang tidak amanah adalah pemimpin yang khianat akan kewajibannya memakmurkan warganya, tidak bersungguh-sungguh berbuat secara nyata apa yang bisa diperbuatnya untuk bangsa dan negaranya. Jika ia tidak mampu bekerja dengan baik dan amanah maka akhirnya akan jatuh pulalah kepercayaan umat hingga berdampak runtuh kekuasaannya.Segane dadi Saklatar
Segane dadi saklatar, nasinya berceceran di atas tanah. Kewajiban pemimpin akan ketersediaan pangan maupun sumber daya alam yang dilakukan dengan tidak amanah (khianat), ngawur, tidak mau berupaya mengadakan atau mengolah secara mandiri, bisanya hanya membeli dari mana saja bisa didapatkan tanpa perduli bagaimana semestinya semua mesti ditanggulangi sendiri.Kalau amanah kesejahteraan umum tidak dilakukan maka alih-alih pangan dan sumber daya alam yang sebetulnya berlimpah disyukuri justru tidak bisa dinikmati oleh petani (Cah Angon) ataupun bocah gundhul pacul – sang pemilik sejati bumi pertiwi.